Café Jingga, 11 Juli 2011
“Hai”, sapamu
“Ehm, hai”, balasku dengan
sedikit bingung
“Maaf, kamu pasti bingung ya
kenapa aku tiba-tiba nyapa. Hm, aku ngerasa pernah lihat kamu, tapi lupa. Kita
pernah ketemu sebelumnya?”, tanyamu
“Ehm, maaf aku rasa kita belum
pernah ketemu sebelumnya”, jawabku
“oh maaf kalau gitu, hm tapi aku
boleh duduk disini? Kamu sendirian kan? Aku juga sendirian”
“oh iya duduk aja”
Perkenalan singkat kita yang
takkan terlupakan. Hingga saat ini, aku masih mengingat bagaimana kamu, aku,
kita memulai semuanya dari hal kecil seperti itu, dari hal konyol, dengan
modusmu yang mengatakan pernah bertemu denganku, hingga saat ini. Yah, aku rasa
kita sudah berjalan terlalu jauh. Berjalan tanpa arah, tanpa tujuan, dan tanpa
harapan.
15 Mei 2013
“Selamat ya, kamu udah lulus aja,
hahaha”
“Makasih ya, berkat bantuanmu
juga, skripsiku bisa berjalan dengan lancar”
“Berarti kamu senang kan kenal
sama aku?”
“maksudnya?”, tanya ku bingung
“makasih sudah memperbolehkan aku
masuk ke kehidupanmu, maaf aku nggak bisa berbuat lebih dari ini”
“maksud kamu apasih?”, aku
semakin bingung
“ah nggak peka banget, yaudah ayo
kita makan-makan aja, eh kamu sama keluarga ya, yaudah besok kita makan-makan
ya, aku pulang dulu, sekali lagi selamat atas kelulusannya”
“ye gimana sih, main pulang aja,
siaapp besok ya, makasiihh, hati-hati pulangnya”
Café Jingga, 16 Mei 2013
“tempat favorit banget disini
kayaknya, haha”
“iyanih, nyaman banget tempatnya,
mau pesen apanih?”
“aku biasanya aja”
“kamu nggak bosen pesen itu terus?
Pesen yang lain gih”
“itu aja”
“yaudah deh”
Entah mengapa hari ini kita
terdiam lama tanpa sepatah katapun. Hingga kau memulai dengan,
“kamu inget nggak, dulu kita awal
kenalan disini”
“iya inget”
“aku waktu itu penasaran banget
liat kamu sibuk sendiri dengan laptopmu, akhirnya aku sengaja bilang aku pernah
liat kamu”
“iya tau kok, modusmu ketahuan”
“nggak nyangka ya, udah hampir dua
tahun kita kenal, kita jadi semakin dekat, orang tua juga jadi saling kenal,
gimana bisa ya”
“kamu ngapain sih?”, tanyaku bingung
“kamu nggak apa-apa?”
“ha? Aku kenapa?”, aku semakin
bingung
“kamu nggak apa-apa kita seperti
ini terus? Aku tau sahabat-sahabatmu nanyain tentang kita, aku tau kamu nggak
pernah mau tanya balik ke aku karena takut jawabannya. Maafin aku”
“maksud kamu apa? Kenapa
tiba-tiba ngomongin hal kayak gini?”
“karena aku tau kamu nggak pernah
mau ngomongin ini karena takut. Sebenarnya aku juga takut, aku takut akan
kelanjutannya, aku takut akan reaksimu. Vis, maafin aku”
“Dy, kamu ngomong apasih? Aku
cukup puas kok dengan, hm kita yang sekarang. Yah, aku senang kamu selalu ada
buat aku, itu aja udah cukup kok”
“permisi, ini pesanannya”
“oh iya terimakasih”
“yaudah makan aja dulu”
“iya”
Lagi-lagi, kita hanya terdiam
menikmati makanan ini. Tidak ada sepatah katapun. Hingga makanan yang tersaji
pun habis, kita masih terdiam lama
sambil menikmati indahnya langit di malam hari.
“Dy”
“Ya?”
“aku nggak apa-apa seperti ini
terus, asal kita tetap bisa bersama. Aku juga minta maaf, aku ingin menuntut,
tapi aku tau hasilnya nggak akan seindah harapanku. Karena itu aku nggak pernah
membicarakan hal ini, aku cuma ingin kita tetap bersama. Jika suatu saat nanti
kamu menemukan dia, siapapun itu, aku akan ikut berbahagia, aku akan mendukung
kamu demi kebahagiaanmu”
Setelah kata-kata yang ku
ungkapkan, aku mendapat jawaban dari genggaman tanganmu. Aku tau, kita memang
tidak mungkin. Meski aku tetap berharap, namun tak ingin ku tunjukan padamu,
biar ku simpan harapan ini dalam hati, sehingga, jika nanti kita berakhir
dengan segala ketidakmungkinan, kamu tidak perlu merasa bersalah lagi dan dapat
menjalani hidupmu dengan bahagia.
05 September 2015
…………………………………..
Komentar
Posting Komentar